KEARIFAN LOKAL MENJAGA POPULASI HIU

LEGENDA SI KAREO DAN IKAN HIU (Sebuah dongeng kearifan lokal suku Bajo dalam menjaga kelestarian populasi Hiu)


Oleh : Sahabuddin Tison, Serial Hiu


            Dikisahkan dalam penuturan orang-orang tua masyarakat laut, bahwa ada sebuah pulau yang sangat bersih, indah dan elok.Pulau tersebut terletak di tengah laut menjelma berupa gundukan pasir putih yang timbul kala air laut surut, oleh karena letaknya yang sangat indah, maka lambat laun pulau tersebut menarik perhatian beberapa masyarakat pesisir sekitarnya untuk bermukim, hinga pada suatu ketika ada seseorang nelayan tua yang mencoba tinggal dan membangun rumah panggung di pulau tersebut. Oleh karena menjanjikan kehidupan yang layak sebagai nelayan, maka nelayan lainpun mulai tertarik untuk membangun rumah dan tinggal di pulau tersebut. Dari tahun ke tahun  pulau tersebut mulai ramai didiami oleh masyarakat nelayan, hingga pulau itu diberi nama Pulau Samo.Sebagaimana layaknya pemukiman, tentu banyak sekali dinamika yang terjadi,seperti rutinitas masyarakatnya, kegiatan kesenian, kebudayaan, dan kesibukan sebagai nelayan. Pada perkembangannya, sudah banyak berdiri berjejer rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu di sepanjang tepian Pulau Samo, takjauh dari tepian itu, berjejer pula perahu-perahu nelayan dengan segala bentuk dan ukurannya.
            Pada suatu ketika, seorang bocah yang berasal dari Pulau Samo bernama Kareo bergabung dalam sebuah rombongan masyarakat nelayan berlayar ke suatu pulau tak berpenghuni untuk mengumpulkan kerang-kerangan, perjalanan ditempuh dalam waktu tujuh hari tujuh malam, ditempuh dengan menggunakan armada kapal yang lumayan besar, selama perjalanan ombak sangat besar dan badai sesekali melintang, Kareo sama sekali tidak terganggu oleh ganasnya alam, ia sadar sebagai seorang yatim piatu harus tegar dan tidak boleh mengeluh, demi menafkahi neneknya yang tua renta. Saat kapal tiba di tujuan,jangkar dilabuhkan dan  penumpang kapal segera turun untuk mencari kerang-kerangan. pada hari pertama, Kareo mendapat hasil kerang-kerangan yang banyak, hari kedua Kareo mengejutkan bapak-bapak nelayan dengan hasilnya yang lebih banyak lagi daripada hari pertama, sampai hari ketiga kakinya tertusuk duri laut hingga berdarah, ia pun memutuskan untuk istirahat dan naik ke kapal lebih awal, sebab rombongan pencari kerang akan pulang dua hari ke depan, namun betapa kagetnya ia, ketika keluar dariselah-selah tumbuhan bakau, dengan langkah kaki yang tidak tegak karena menahan sakit, betapa kagetnya dia saat perairan tempat mengambil kerang itu sepi,tidak ada satu perahu pun yang berlabuh, jangankan berlabuh, yang melintasi saja tidak ada. Darah terus mengalir deras dari telapak kaki kirinya yang tertusuk duri laut, dipikulnya kerang-kerangan itu di pundak kanannya yang sangat berat, ia berjalan menyusuri hamparan pasir di surutnya air laut itu, iaterus mencoba melayangkan pandangan namun tak jua ada jejak dilihatnya. Atas kondisi seperti itu Kareo berfikir barangkali ada orang jahat yang membawa kapal mereka dan rombongan masih berada di antara semak tumbuhan laut itu, iapun memutuskan untuk mencari pencari kerang yang lain di dalam lebatnya tumbuhan bakau, barangkali mereka bernasib sama, fikirnya, kerang di pundak ituia letakkan, sementara kakinya kian pucat dan darah terus mengalir. Ketika berada di dalam lebatnya tumbuhan bakau, tidak ada seorangpun dari rombongan pencari kerang itu, ia kembali keluar menuju tepian namun hanya matahari yang hendak terbenam yang membayang. Ia mulai curiga bahwa rombongan pencari kerang tersebut bermaksud membuatnya celaka, karena di antara pencari kerang hanyaKareo yang mendapat kerang berlipatganda jumlahnya, barangkali ada kecemburuan atas hasil kerang yang ia dapatkan, fikirnya.
         Di tengah perjalanan rombongan pencari kerang, nahkoda mulai mencari-cari kareo, seluruh anak buah kapal dicek satu persatu, kemudian salah seorang dari pencari kerang itu menghadap ke nahkoda bahwa mereka melihat Kareo sedang dililit Ular tumbuhan bakau, dan Kareo tidak bisa memberi perlawanan sehingga ia tewas dan dibawa ular itu ke dalam lebatnya tumbuhan bakau, mendengar itu semua, nahkoda kapal terkaget-kaget dan merasa kehilangan, semua penumpang kapal dikumpulkan dalam sebuah rapat untuk membahas kematian Kareo yang dimakan ular, sebab nenek Kareo dan orang-orang di Pulau Samo tidak akan percaya begitu saja, sehingga mencapai mufakat bahwa setibanya di Pulau Samo, akan langsung melapor pada Imam Masjid dan Kepala Kampung.
           Matahari sudah terbenam, airlaut kian pasang, tidak ada tempat bagi Kareo untuk berteduh dan mengamankan diri, ia merasa seperti hendak pingsan akibat darah yang terus mengalir dari kakinya, ia pun berjalan tawakkal menyusuri tepian tanaman bakau satu demi satu hendak mencari tempat berteduh, setelah berjam-jam, air pasang terus meninggi,mulai dari lutut hingga pinggangnya, kerang yang sedianya ia bawakan untuk kebutuhan belanjanya bersama neneknya tidak terhiraukan lagi. Tanpa terasa airsudah sampai setinggi leher, sepertinya tidak ada lagi pertolongan, pasrah menerima nasib yang menimpanya disebabkan sentiment atas hasil tangkapannya, iamengapungkan diri terbawa arus di sekitar perairan pulau kerang itu, sembari melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an, ia menitiskan air mata sembari berdo’a semoga Allah SWT menurunkan keajaiban padanya, baru saja ia hendak terlelap mengapung seketika datang menabrak punggungnya dengan keras, seekor ikan hiu,ia pun tersadar dan melihat ikan hiu mengitarinya seperti hendak menerkam,spontan dengan sekuat tenaga ia berenang ke pohon bakau yang setengahketinggian pohon itu juga sudah terendam air laut pasang, situasi senyap,gelap, makhluk itu hilang seketika, lalu tiba-tiba permukaan laut membuncah didepannya hingga gelombang laut yang ditimbulkan menenggelamkannya, saat ia muncul ke permukaan maka nampak jelas hiu raksasa berada tepat di depannya, tanpa diduga-duga hiu itu menyampaikan pesan bahwa ia diperintahkan untuk menyelamatkan Kareo, tanpa menunggu jawaban dari Kareo, hiu itu langsungberbalik arah dan meminta Kareo untuk menungganginya, merasa yakin dengan hiuitu, Kareo pun menungganginya, dengan nada sayup-sayup Kareo mengatakan bahwaia tidak kuat untuk berpegangan, lalu hiu itu memberikan pilihan, menempuh perjalanan dengan secepat kilat atau melewati sebuah perkampungan terumbu karang yang indah di lautan yang sangat dalam dan itu akan menghibur Kareo,lalu Kareo menyanggupi untuk melewati dasar lautan yang dalam dan melintasieksotisme terumbu karang dan segenap penghuninya, namun ia kembali bertanya “bagaimana aku harus menahan nafas,sedangkan aku manusia tidak sepertimu yang hidup di alam bawah laut ini, tidakkahaku akan kehabisan nafas ?“ Tanya Kareo, lalu hiu itu meyakinkan bahwa dengan berdo’a yang tulus akan datang keajaiban pada Kareo dan bernafas serasa seperti di daratan, lalu ia kembali bertanya “lalu bagaimana aku harus menunggangimu, sedangkan kamu sangat besar ?”Tanya Kareo lagi, sebab ukurannya sama besar dengan kapal yang membawa rombongan pencari kerang itu, “denganmenunggangiku akan terasa seperti duduk di singgasana, naiklah ke punggungku,tenanglah maka kau akan melihat semua penduduk bawah laut, dan kita akan sampaidi Pulau Samo dalam dua malam saja, sedangkan temanku akan membawa kerang yangkau kumpulkan” jawab Hiu itu dengan tuntas. Kareo sangat senang danlangsung menunggangi Hiu yang ia beri nama Lanjar itu, barusaja Kareo hendak menunggangi Lanjar, tiba-tiba ia hendak pingsan, tak kuasa ia mengangkat kakinya yang penuh dengan darah yang mengalir, betis hingga pangkal pahanya pucatnampak seperti tak berdarah, ia merintih, melihat itu Lanjar bertanya ada apadengan kaki Kareo, lalu ia memberitahu Lanjar, kemudian Lanjar meminta Kareountuk melukai sedikit siripnya, dimana akan keluar minyak yang bisa dioleskan pada luka kaki Kareo, namun Kareo tak tega melukai sirip Lanjar, melihat Kareoyang merintih kesakitan, Lanjar kembali meyakinkan bahwa ia tidak akan apa-apadan memang hanya itu obat satu-satunya, lalu Kareo menggoreskan kuku tangannya pada sirip Lanjar yang mulai mengapungkan diri, spontan keluar darah dari siripnya, Kareo memalingkan wajahnya, tak sanggup ia melihat, sesaat kemudian darah itu berhenti kemudian disusul oleh minyak, Kareo meniriskan jempol tangannya lalu diusapkan pada luka telapak kakinya yang menganga, luka itutertutup, darah berhenti mengalir, badannya yang meriang berganti segar bugar, kondisinya fit dan siap tancap gas melayang di sirkuit bawah laut yang indah, seperti Kareo, luka di sirip lanjarpun tertutup dengan sendirinya, keduanya taksabar, Kareo menghela nafas panjang sembari memegang erat sirip Hiu raksasa itu, Lanjar mulai menenggelamkann tubuhnya, kemudian gassssss !!!!!!. sejenak Kareo tersentak, ia tak bisa menjaga keseimbangan, badan seperti melayang diudara saja, untung saja tangannya kuat memegang sirip Lanjar, menyadari itu,Lanjar mengurangi kecepatan dan menyesuaikan, tiba-tiba waaaaaaaawww !!! teriakKareo terkagum dan merasa gembira melihat indahnya dunia bawah laut yang penuheksotisme, Terumbu Karang yang warna-warni, ikan-ikan yang menari mengitarikarang-karang cerah, belut berwarna pelangi menjulurkan kepala bak menengoksesuatu dari jendelanya, gurita yang tiba-tiba berubah warna, Lanjar hanyatersenyum mengetahui Kareo terpesona, ia pun mengibaskan siripnyamelenggak-lenggok, menikung dan naik turun, Kareo seperti naik rollercoaster,pemandangan benar-benar menyuguhkannya bagai di syurga, padahal tiada sinaryang menyinari di bawah sana, namun rumah-rumah ikan sangat terang benderang.
Fajar kini mulai menyingsing,keduanya semakin asyik saja, tiba-tiba ada segerombolan mahkluk besarmenyalipnya kencang, lalu makhluk itu menurunkan lajunya persis di hadapanLanjar, eh ternyata kawan-kawan Hiu Lanjar, mereka lalu membentuk formasi,nampaknya ikut merasa senang mengantarkan karoe pulang, jumlahnya ada tujuhHiu, empat di kanan dan tiga di sebelah kiri, saat pagi datang rombongan Hiuitu memperlihatkan kebolehan mereka membentuk formasi, Lanjar hanya terdiamsaja, tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya, Kareo tak sadar gembirakegirangan melihat formasi yang unik itu, ia sendiri sampai menepuk-nepukpunggung Lanjar, waaaawwwww !!!, bak dihipnotis akan keindahan yang tersuguh,tak disangka Lanjar mendadak berhenti dan berbalik arah sehingga kareoterlempar yang lalu disambutnya kembali, tak disangka Lanjar sengajamengagetkan Kareo, bercanda seperti dua bocah bersahabat, bersenda guraumenikmati alam bawah laut, terkadang melaju dengan kecepatan tinggi, menikung,rupanya Kareo juga sudah paham cara berpegangan sehingga nampak seperti Jokiyang menunggangi Kuda pada pacuan bergengsi, kadang ia dan Lanjar bersama hiulain menjadi tontonan yang menarik perhatian ikan-ikan clownfish, lionfish,penyu, sting ray (ikan pari) kadang terkaget lalu berpindah tempat, ikan-ikanlain menjulurkan kepala di lubang-lubang dan sela-sela dahan karang bagai menyaksikan sesuatu di atas dan halaman rumah dari jendela.
          Tiada terasa petualangan singkat Kareo dan Lanjar bersama Hiu-hiu lainnya, jarak sudah dekat dengan Pulau Samo, berat nian hati ingin berpisah, air mata Kareo berurai tak tertahankan. Setelah berada di perairan  Pulau Samo,Lanjar berhenti, teman-teman Hiu itu pun berhenti, saling menatap, terdiam, bahasa tubuh sebagai pertanda tidak menghendaki perpisahan, tanpa diberikanaba-aba, salah satu dari rombongan Hiu itu merapat ke tepian lalu meletakkan kerang hasil tangkapan Kareo, setelah meletakkan ia memandang ke arah Lanjar dan teman-teman Hiu lain, semua masih terdiam, seperti semakin berat saja untuk berpisah, dua hari bersama, menyelam bersama, menikung dan melayang bersama diareal Terumbu Karang memang tidak mudah untuk diterima kala perpisahan sudahtiba, namun Lanjar sudah melaksanakan tugas menolong anak yatim piatu yang berbakti pada nenek sematawayangnya, rupanya memang tak sekedar menjalankantugas, keduanya sangat akrab lebih dari tugas yang diberikan. Setelah cukup lamaterdiam berat untuk berpisah, akhirnya Kareo turun dari tunggangannya untuk mencium dan mengusap kepala Hiu teman-teman Lanjar baru kemudian ia menghampiri Lanjar, Hiu yang sudah menghiburnya, Hiu yang memperkenalkan kecantikan alam bawah laut, lebih daripada itu Hiu yang sudah menyelamatkan nyawanya darikedengkian padanya, tadinya ia mencoba mencari keajaiban hendak berenang kePulau Samo namun dengan kehadiran Hiu ksatria itu keadaan lebih baik. Lamasaling menangisi, Kareo berjalan ke tepian  semakin terisak, sebentar lagi matahari akanterbit, embun mulai tersapu sirna, air laut mulai pasang hingga lehernya,persis keadaan dimana ia ditemui Lanjar malam itu, ia menengok ke belakangsembari memikul kerang hasil tangkapannya, Lanjar masih menatapnya dan belumsedikitpun bergeming, sementara teman-temannya berbaris di belakangnya, Kareosemakin bersedih tak kuasa menahan isaknya keluar sumpah dari mulutnya denganlantang “Hai langit ! Hai Bumi ! dan lautluas yang biru !, dengarkan dan saksikan !! bahwa aku tidak akan memakan danmencelakakan Ikan Hiu, bahkan sampai tujuh turunan pun aku tidak perkenankan,jika janji ini dilanggar maka aku siap dimakan sumpah dalam bentuk apapun”mendengar itu Lanjar hanya menjawab “jikaingin memanggilku, berjalanlah hingga air pasang sampai lehermu, dan jika ingintetap bertemu denganku, cukup kau menyayangi nenekmu” mereka kemudian berpaling dari Kareo masuk ke dalam air dan meninggalkan Kareo, permukaan air jadiberiak, nampak ia mengibaskan siripnya dengan kencang.
          Kepulangan Kareo yang tiba lebih dulu dari rombongan pencari kerang itu menjadi tanda tanya warga, neneknya lalu menyarankan agar ia melaporkan diri pada Kepala Pulau sebelum pakaian kering di badan, memang Kareo belum sempat bercerita panjang padaneneknya, sementara warga juga belum banyak tahu akan kepulangan Kareo yang tanpa rombongan itu, setelah berada di rumah Kepala Pulau, ia pun bercerita panjang sembari memperlihatkan kerang hasil tangkapannya, mendengar penuturanitu, Kepala Pulau langsung memanggil para tetua Pulau untuk merundingkanperihal ini, akhirnya keluarlah keputusan untuk membuktikan Kareo diperlakukanseperti yang Kareo ceritakan maka Kepala dan tetua Pulau bersepakat untukmenyembunyikan Kareo di dalam kamar Kepala Pulau sampai menunggu kedatangan rombongan pencari kerang dan mendengarkan keterangannya, semua bersepakat lalu keberadaan Kareo pun disembunyikan hingga kedatangan rombongan pencari kerang, setelah menunggu beberapa hari maka ada kapal yang barusaja merapat di tepian,ternyata benar itu adalah rombongan pencari kerang, sudah banyak ibu-ibubakulan yang menunggu kapal untuk bongkar muatan namun juragan memimpinrombongan turun dari kapal menuju rumah Kepala Pulau, di dalam rumah Kepala Pulau sudah berkumpul tetua pulau, warga terlebih ibu-ibu bertanya-tanya apa gerangan yang sedang terjadi, namun tak seorangpun bisa menjawab keadaan sebelum semua bertemu di rumah Kepala Pulau, sementara nenek Kareo berusaha tenang sebab ia yakin cucunya ia kenal dan pasti tidak bersalah. Setelah tibadi halaman rumah Kepala Pulau, salah seorang tetua pulau turun dari rumah untuk menjemput lalu mempersilahkan untuk naik ke rumah, tanpa disadari suasana begitu cepat heboh, mulai dari anak-anak sampai ibu-ibu berkerumun datang kerumah Kepala Pulau, kepala bersusun mengintip di sela-sela sambungan dinding rumah, di dalam nampaknya suasana begitu tegang, di ruang depan sebagai ruang tamu sudah duduk bersila dengan formasi melingkar Kepala Pulau dan segenap tetua pulau, sementara Kareo disembunyikan di dalam kamar dan ia sendiri mengintip dan dapat menyimak jelas ke ruang depan sebab hanya disekat dinding bambu,“kedatangan kami ke rumah Tuan KepalaPulau ingin menyampaikan laporan duka kami selama mencari kerang” Juragankapal memulai pembicaraan “berita apa itujuragan ?, silahkan ceritakan pada kami !” sahut Kepala Pulau “beberapahari yang lalu kami berangkat ke Pulau kerang untuk mengumpulkan kerang, kamiberjumlah tiga belas orang, setelah beberapa hari di Pulau Kerang, beberapa diantara rombongan kami melihat Kareo dililit ular bakau yang besar, ia tewas dandiseret ke dalam lebatnya hutan bakau, kami tidak bisa berbuat apa-apa” jelasjuragan sembari menundukkan kepala, “semuaterjadi begitu cepat, sepertinya kami tidak sanggup menyelamatkannya darililitan kuat ular bakau itu” tambah salah seorang anggota rombongan pencarikerang yang iri,  ia pula yang membawaberita tidak benar pada juragan dan yang lainnya, ibu-ibu yang mendengarpenjelasan itu berurai airmata mengasihi Kareo, membayangkan ia tidak berdayadan berteriak merasakan badanyya terkoyak dan tercabik-cabik, merasakantulang-tulangnya remuk dililit ular itu, “terimakasih atas penjelasan tuan juragan dan rombongan, namun untuk meyakinkan kami, apakah tuan juragan dan segenap rombongan sebagai saksi untuk bersumpah atas kebenaran musibah ini ? sebab ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan tetua kampong dandi hadapan Tuhan” pinta Kepala Pulau, “baiklahkami bersedia bersumpah di atas kitab suci dan bertanggungjawab atas kebenaran kejadian ini” jawab juragan, Kepala Pulau kemudian mempersilahkan tetuaPulau untuk mengambilalih proses pengambilan sumpah ini. Pengambilan sumpahselesai, semakin banyak warga yang datang dengan airmata berlinang, “dimohonkepada tuan juragan dan rombongan untuk tetap di tempat, sebab tuan KepalaPulau ingin memperlihatkan sesuatu” pinta salah seorang pembantu resmi Kepala Pulau, dengan berjalan pelan-pelan Kepala Pulau mendampingi Kareo memperlihatkan dirinya pada tuan juragan dan rombongan pencari kerang, betapa terkagetnya juragan dan rombongan melihat Kareo yang hidup dan tak kurang satu apapun, muka mereka pucat, saling menatap satu sama lain, Kepala Pulau kemudian meminta Kareo bercerita tentang kejadian sebenarnya, tanpa menunggu lama-lama Kareo menceritaka pengalaman selama berada di Pulau Kerang sampai bagaimana ia diantarkan oleh Lanjar, Hiu yang diutus untuk menyelamatkan dirinya, setelah semua tahu maka terbuktilah siapa yang salah dan membawa berita bohong, warga yang berkumpul di sekitar halaman rumah Kepala Pulau sontak menyoraki rombongan Pencari Kerang, adapun juragan menangis sebab atas kecerobohannya membawa berita, “Tuan Kepala Pulau, !!! kami akui kami membawa berita bohong, kami bersalah, dan kami siap menerima hukuman yang seberat – beratnya” pinta tuan Juragan, yakni dengan tidakmencelakakan ikan Hiu, tidak memakannya, bahkan ikut menjaga kelestarian ikan Hiu, bahkan !!! sampai tujuh turunan tidak memakan Hiu” pinta Kareo yang masih terkenang Lanjar, “baiklah, tetua pulau agar segera menyiapkan sumpah sesuai permintaan Kareo, tanpa mengurangi hukum Pulau Samo yang berlaku” perintah Kepala Pulau dengan lantang “siap tuan Kepala Pulau” sahut tetua pulau yang kemudian mengangkat sumpah Juragan bserta rombongan pencari kerang, mereka jugadihukum untuk membersihkan perairan Pulau Samo setiap hari selama tiga tahun. Demikianlah cerita “Legenda Kareo dan Ikan Hiu” yang diangkat berdasarkan penuturan orang-orang tua nelayan, sehingga sampai saat ini ada beberapa keturunan masyarakat nelayan yang tidak boleh memakan Hiu, jika ia memakannya maka ia akan mendapat celaka atau badannya terasa gatal hingga luka-luka dengan sendirinya, tidak sekedar akibat memakan, bahkan konon tidak boleh mengambil keuntungan dari Ikan Hiu, baik penjualan ataupun imbalan jasa lainnya yang berkaitan dengan Hiu, cerita ini pula yang menjaga kelestarian berbagai spesies Ikan Hiu di Pulau Samo.
SEKIAN….!!!

0 komentar: